Yang dimaksud angin duduk oleh awam adalah perut kembung yang disertai rasa sakit menusuk, seperti ada gas atau udara yang terperangkap dalam rongga pencernaan. Gas ini mendesak dinding-dinding perut sehingga membuat anak sesak napas.
Angin duduk, seperti dijelaskan Bahdar, tidak memiliki padanan istilah dalam ilmu medis. Gejalanya, anak mengalami kesulitan mengeluarkan gas dari saluran cernanya. Penyebabnya bisa jadi gangguan di saluran usus yang bersifat ileus atau penyumbatan total.
Penyumbatan total bisa terjadi akibat gumpalan cacing, tumor, atau invaginasi pada anak yang biasanya disertai kolik (kembung) hebat, muntah-muntah, dan kadang-kadang demam. Ileus bisa juga disebabkan gangguan usus secara paralitik, yakni usus tidak mampu bekerja secara baik, kering, sehingga sulit mengeluarkan sisa hasil pencernaan, termasuk gas, melalui anus. Kemungkinan berikutnya, anak kekurangan kalium.
Gas yang terperangkap dalam organ pencernaan ini masuk ke perut berbarengan dengan makanan/minuman atau hasil dari pencernaan. Biasanya, setelah makan atau minum anak akan bersendawa atau buang angin. Kalau tidak, bisa berlanjut dengan gejala yang disebut angin duduk.
Seringkali pula awam mengaitkan kematian mendadak seseorang akibat terserang angin duduk. Hal ini memang mungkin terjadi, tetapi prosesnya tidak seperti yang dibayangkan awam. Bahdar menjelaskan, bila angin atau gas tidak dapat dikeluarkan segera, bakteri yang ada dalam usus akan berkembang dengan cepat. Selanjutnya, bakteri tersebut akan menyebar dan menembus sistem pertahanan di daerah usus, lalu masuk ke dalam aliran darah dan menimbulkan infeksi yang berat ke seluruh tubuh. "Hal inilah yang akan menyebabkan kematian," jelas Bahdar.
Cara mengatasinya tergantung pada penyebab. Bila ileus, maka usus harus dibebaskan dari sumbatan dengan cara dibedah. Bila paralitik cukup dengan obat-obatan untuk merangsang pengeluaran gas. Kalau kekurangan kalium, maka diberi tambahan kalium.
"Pemberian obat-obatan biasanya dibarengi dengan tindakan konservatif, yakni memasukkan selang dari hidung masuk ke lambung untuk membuang gas dan makanan yang masih ada di atas lambung," paparnya. Bila ada penyakit dasar lain, seperti radang pankreas atau kolik ginjal yang menyebabkan usus tidak berfungsi dengan baik, maka penyakit-penyakit tersebut harus diatasi secara bersamaan.
Memang, aku Bahdar, gejala serangan angin duduk hampir sama dengan serangan penyakit jantung, yang dinamakan sindroma serangan jantung. Gejalanya memang sulit dibedakan: perut kembung, nyeri di ulu hati, perih menusuk, sering bersendawa, dan sesak napas. "Pasien merasa sedang masuk angin, padahal dia mungkin terserang penyakit jantung."
Untuk membedakan apakah gejala tersebut angin duduk atau serangan jantung bisa dibedakan dari masa serangannya. Angin duduk biasanya berproses cukup lama, bisa mencapai satu minggu, sedangkan sindroma serangan jantung, biasanya singkat, bisa satu atau dua hari. Namun, bila sebelumnya pasien sudah menderita penyakit jantung, bisa saja serangan angin duduk merupakan pemicu terjadinya serangan jantung.
Angin duduk, seperti dijelaskan Bahdar, tidak memiliki padanan istilah dalam ilmu medis. Gejalanya, anak mengalami kesulitan mengeluarkan gas dari saluran cernanya. Penyebabnya bisa jadi gangguan di saluran usus yang bersifat ileus atau penyumbatan total.
Penyumbatan total bisa terjadi akibat gumpalan cacing, tumor, atau invaginasi pada anak yang biasanya disertai kolik (kembung) hebat, muntah-muntah, dan kadang-kadang demam. Ileus bisa juga disebabkan gangguan usus secara paralitik, yakni usus tidak mampu bekerja secara baik, kering, sehingga sulit mengeluarkan sisa hasil pencernaan, termasuk gas, melalui anus. Kemungkinan berikutnya, anak kekurangan kalium.
Gas yang terperangkap dalam organ pencernaan ini masuk ke perut berbarengan dengan makanan/minuman atau hasil dari pencernaan. Biasanya, setelah makan atau minum anak akan bersendawa atau buang angin. Kalau tidak, bisa berlanjut dengan gejala yang disebut angin duduk.
Seringkali pula awam mengaitkan kematian mendadak seseorang akibat terserang angin duduk. Hal ini memang mungkin terjadi, tetapi prosesnya tidak seperti yang dibayangkan awam. Bahdar menjelaskan, bila angin atau gas tidak dapat dikeluarkan segera, bakteri yang ada dalam usus akan berkembang dengan cepat. Selanjutnya, bakteri tersebut akan menyebar dan menembus sistem pertahanan di daerah usus, lalu masuk ke dalam aliran darah dan menimbulkan infeksi yang berat ke seluruh tubuh. "Hal inilah yang akan menyebabkan kematian," jelas Bahdar.
Cara mengatasinya tergantung pada penyebab. Bila ileus, maka usus harus dibebaskan dari sumbatan dengan cara dibedah. Bila paralitik cukup dengan obat-obatan untuk merangsang pengeluaran gas. Kalau kekurangan kalium, maka diberi tambahan kalium.
"Pemberian obat-obatan biasanya dibarengi dengan tindakan konservatif, yakni memasukkan selang dari hidung masuk ke lambung untuk membuang gas dan makanan yang masih ada di atas lambung," paparnya. Bila ada penyakit dasar lain, seperti radang pankreas atau kolik ginjal yang menyebabkan usus tidak berfungsi dengan baik, maka penyakit-penyakit tersebut harus diatasi secara bersamaan.
Memang, aku Bahdar, gejala serangan angin duduk hampir sama dengan serangan penyakit jantung, yang dinamakan sindroma serangan jantung. Gejalanya memang sulit dibedakan: perut kembung, nyeri di ulu hati, perih menusuk, sering bersendawa, dan sesak napas. "Pasien merasa sedang masuk angin, padahal dia mungkin terserang penyakit jantung."
Untuk membedakan apakah gejala tersebut angin duduk atau serangan jantung bisa dibedakan dari masa serangannya. Angin duduk biasanya berproses cukup lama, bisa mencapai satu minggu, sedangkan sindroma serangan jantung, biasanya singkat, bisa satu atau dua hari. Namun, bila sebelumnya pasien sudah menderita penyakit jantung, bisa saja serangan angin duduk merupakan pemicu terjadinya serangan jantung.
Sumber: oyr79
No comments:
Post a Comment